Kurikulum Indonesia berubah berkali-kali sejak tahun 1947, 1968, 1975, 1984, 1994, 2004 dan terakhir 2006 dengan KTSP. Apa yang terjadi dengan cara mengajar dan suasana belajar di kebanyakan sekolah di Indonesia?. Cenderung tak berubah, kenapa?
Guru enggan berubah, mungkin karena mereka fikir jasanya tak diperhitungkan, cukup dengan diberi lagu wajib ”Pahlawan Tanpa Tanda Jasa”, sehingga tuk apa berubah, toh masyarakat dan pemerintah tak menghargainya. Kini suasananya berubah sudah, banyak Pemerintah Daerah di Indonesia yang makin peduli terhadap kesejahteraan pendidik dan tenaga kependidikan, sementara Pemerintah Pusat makin gencar lakukan proses sertifikasi yang akan makin meningkatkan penghasilan guru, mungkin lagu wajib guru HARUS DIRUBAH kini ... karena jasanya makin diperhitungkan.
Sampoerna Foundation (SF) Teacher Institut melalui Pak Jalu Noor Cahyanto menghubungi Saya untuk menjadi trainer di Pelatihan yang diperuntukan untuk 27 guru SMA dan pengawas dari Bekasi, Depok dan Tangerang, materinya Curriculum Development. Kegiatan dilangsungkan di Gedung Sampoerna Jl. Sudirman Jakarta hari ini Sabtu 29 September 2007 pk. 08.00 – 15.00 WIB. Topiknya Curriculum Development.
Pengembangan kurikulum akan berlangsung dengan baik jika guru-guru memiliki kemauan sehingga akan muncul kreatifitas yang bermuara pada inovasi-inovasi yang tiada henti. Unsur inilah yang Saya coba gali melalui workshop dan analisis yang dilakukan bersama ... mungkin karena pesertanya guru-guru pilihan suasananya jadi terasa berkecepatan sangat tinggi, terima kasih semua ... semoga andajadi ”guru yang tak biasa” ...
Perhatikan, betapa seriusnya mereka hingga menyatu dengan bumi, duduk di lantai tak bersepatu, Saya mengamati sambil bersender di tiang (paling kanan pada foto), ha ha ha ... Saya mengenang beberapa nama seperti Pak Ucup, Pak Yusuf dan Bu Is ... keep fight everybody, am so proud of U.
Terima kasih Tante Nunu, Mamanya Aini dan Alya yang merekomendasikan Saya … termasuk kepada Pak Jalu yang berkenan menengok blog Saya dan menjadwalkan sessi Saya, terima kasih juga kepada Sampoerna Foundation (SF) Teacher Institut atas kepercayaannya kepada Saya, semoga Saya bisa memenuhi harapan penyelenggara, keep fight.
Saturday, September 29, 2007
Sampoerna Foundation Teacher Institut
Saturday, September 15, 2007
Training KESABARAN
Beberapa hari ini,
eksternal harddisk saya
yang berisi sekitar 70 GB
tak bisa dibuka
Note book saya bermasalah
dan harus diinstal ulang windowsnya
ach ...
Sementara
persiapan beberapa training
harus dikerjakan segera
tugas-tugas kuliah menanti
Tapi saya ga boleh susah
apalagi sedih
karena ALHAMDULILLAH
saya masih punya eksternal harddisk,
note book, windows yang ori,
istri yang cantik dan baik, anak-anak yang sehat,
orang tua yang support, keluarga besar yg guyub,
dan masih banyak kenikmatan lain-lain
Saya sedang ikut training kesabaran
Label: up grade
Sunday, September 02, 2007
Adult Participant
Anda mungkin pernah menyaksikan suasana pelatihan yang "Garing" dimana mayoritas peserta tak bergairah ... sibuk sendiri, mengobrol, ngantuk atau lainnya, silahkan simak tulisan yang berjudul "Karakteristik Belajar Orang Dewasa" dari Trainer Anto yang dimuat di http://www.antosph.blogspot.com/
Dalam sebuah pelatihan sering kita lihat dan kita alami bahwa ada satu atau dua peserta yang ogah-ogahan mengikuti jalannya sesi demi sesi. Biasanya terjadi pada sebuah kelas pelatihan in house yang memang pesertanya dari satu company, dan kehadiran mereka adalah akibat program yang dibuat HRD ataupun mereka mendapatkan perintah dari atasanya untuk mengikuti training. Fenomena yang seperti ini tidak bisa kita lepaskan dari proses pendidikan formal kita yang kita terima sejak awal kita di “sekolah-kan” oleh orang tua kita.
Kalau peserta training adalah karyawan dengan tingkat pendidikan SLTA, maka dia sudah pernah mengalami sekolah minimal 15 tahun (6 tahun SD, 3 tahun SMP dan 3 tahun SMA). Berarti dia selama ini sudah duduk dan mendengarkan ajaran dari gurunya minimal 25.200 jam (dengan asumsi 1 hari 7 jam dan 1 minggu 5 hari sekolah) dengan kondisi bahwa dia duduk di bangku dan guru ngomong di depan kelas dengan sesekali ada kegiatan gantian murid yang ngomong.
Bisa kita rasakan betapa monotonnya dan membosankannya yang harus dia alami dengan keterpaksaanya menjabat diposisi sebagai “murid di sekolahan”. Ada suatu permakluman ketika tidak jarang saya mendapatkan peserta di kelas training saya yang terlihat sangat malas atas keterpaksaannya mengikuti training. Meskipun segala metode sudah kita sesuaikan dan berbagai “jurus dan ajian” trainer kita terapkan. Saya kemudian berefleksi dengan sedikit berasumsi “Apakah persoalannya ada di saya sebagai trainer?”. Upaya pencarian pun saya lakukan. Minta feed back dari observer hasilnya positif sekali, membaca evaluasi training level 1 hasilnya selalu diatas 4,1 dari skala 5, dan membaca satu-satu evaluasi peserta positif semua.
Sampailah pencerahan untuk saya pada pemahaman karakteristik orang dewasa dalam belajar. Ada minimal 10 karakteristik yang dirumuskan Mary Johnston yang bisa kita fahami disini:
1. Orang dewasa mempunyai pengalaman-pengalaman yang berbeda.
2. Orang dewasa yang hidupnya “miskin” tujuan, merasa bahwa dia tidak dapat menentukan kehidupannya sendiri.
3. Orang dewasa lebih suka menerima saran-saran dari pada digurui.
4. Orang dewasa lebih memberi perhatian pada hal-hal yang menarik bagi dia dan menjadi kebutuhannya.
5. Orang dewasa lebih suka dihargai daripada diberi hukuman atau disalahkan.
6. Orang dewasa yang pendidikan formalnya lebih rendah atau bahkan pernah putus sekolah, mempunyai kecenderungan untuk menilai lebih rendah terhadap kemampuan belajarnya.
7. Apa yang biasa dilakukan orang dewasa, menunjukkan tahap pemahamannya.
8. Orang dewasa secara sengaja mengulang hal yang sama.
9. Orang dewasa suka diperlakukan degan kesungguhan itikad yang baik, adil dan masuk akal.
10. Orang dewasa menyenai hal-hal yang praktis.
Memahami karakteristik tersebut mungkin bisa sebagai dasar kita memahami tipe-tipe peserta training. Untuk itu trainer untuk orang dewasa perlu memperhatikan beberapa hal yaitu:
1. Menjadi “bagian” dari kelompok yang diajar
2. Mampu menciptakan iklim untuk belajar dan mengajar
3. Mempunyai rasa tanggng jawab yang tinggi.
4. Menyadari kelemahannya, tingkat keterbukaannya, kekuatannya dan tahu bahwa diantara kekuatan yang dimiliki dapat menjadi kelemahan pada situasi tertentu.
5. Dapat melihat permasalahan dan menentukan pemecahannya.
6. Peka dan mengerti perasaan orang lain.
7. Mengetahui bagaimana meyakinkan dan emmperkalukan orang.
8. Selalu optimis dan mempunyai itikad baik terhadap orang.
9. Menyadari bahwa perannya bukan mengajar, tapi menciptakan iklim untuk belajar.
10. Menyadari bahwa segala sesuatu mempunyai segi negatif dan positif.
sumber: http://www.antosph.blogspot.com/
Label: info